Rabu, 08 April 2015

10 penyebab hapusnya perikatan

Kelompok 3 :
1. Astri Dianti Lestari    (11213454)                              
2. Heni Purnama Sari H (14213038)                              
3. Ni Luh Putu W Y        (16213398)
4. Putri Dini Yanti           (17213005)
 

Perikatan dapat dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan, sebagai berikut :
1.          karena pembayaran;

Pembayaran, adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, guru privat dan lain-lain.
Yang dimaksud oleh undang – undang dengan perkataan “pembayaran” ialah pelaksanaan pemenuhan tiap perjanjian sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.
Pihak yang wajib membayar yaitu :                    
a.    Debitur
b.    Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, melainkan orang ketiga tersebut bertindak atas nama untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga yang bertindak atas namanya sendiri.

2.          karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Undang – undang memberikan kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi utannya karena tidak mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar hutangnya denganjalan penawaran pembayaran yang dikuti dengan penitipan. Penawaran pembayaran di ikuti dengan penitipan hanya dimungkinkan pada perikatan untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang – barang bergerak.
Apabila penawaran pembayaran tidak diterima, debitur dapat menitipkan apa yang ia tawarkan.

3.          karena pembaruan utang;

Pembaharuan utang atau Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

4.          karena perjumpaan utang atau kompensasi;

Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW).

5.          karena percampuran utang;

Percampuran Utang atau Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

6.          karena pembebasan utang;

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskaan haknya untuk menagih piutangnya dari kreditur. Pembebasan hutang tidak mempunyai bentuk tertentu melainkan adanya persetujuan dari kreditur.

7.          karena musnahnya barang yang terutang;

Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai menyerahkan barang itu (terlambat),iapun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur.
Apabila si berhutang , dengan terjadinya peristiwa-peristiwa seperti di atas telah dibebaskan dari perikatannya terhadap krediturnya , maka ia diwajibkan menyerahkan kepada kreditur itu segala hak yang mungkin dapat dilakukannya terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai pemilik barang yang telah hapus atau hilang itu.

8.          karena kebatalan atau pembatalan;

Meskipun disini disebutkan kebatalan dan pembatalan, tetapi yang benar adalah “pembatalan” saja, dan memang kalau kita melihat apa yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ,ternyatalah bahwa ketentuan-ketentuan disitu kesemuanya mengenai “pembatalan”. Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak dihapus.
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya adalah pembatalan perjanijan-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar atau voidable) sebagaimana yang sudah kita lihat pada waktu kita membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (Pasal 1320)
Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara: pertama ,secara aktif menurut pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara pembelaan yaitu menunggu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian dan sisitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.

9.          karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan

Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang termaksud itu terjadi. Dalam hal yang kedua suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir dibatalkan apabila peristiwa yang termaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir itu dinamakan suatu perikatan denagn suatu syarat batal.
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian,demikianlah pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk mengembalikan  apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

10.         karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.

Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dinamakan “daluwarsa” atau “lewat waktu” ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa “acquisitip” sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (Atau suatu tuntutan) dinamakan daluwarsa “extinctip”. Daluwarsa dari macam yang pertama tadi sebaiknya dibicarakan berhubungan dengan hukum benda. Daluwarsa dari macam yang kedua dapat sekedarnya dibicarakan di sini meskipun masalah daluwarasa itu suatu masalah yang memerlukan pembicaraan tersendiri. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masalah daluwarsa itu diatur dalam Buku IV bersama-sama dengans oal pembuktian.
Menurut pasal 1967 maka segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perseorangan , hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun,sedangkan siapa yang menunjukan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak, lagi pula tak dapat dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
Dengan lewatnya waktu tersebut di atas hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggal pada suatu “perikatan bebas” (natuurlijke verbintenis) artinya kalau dibayarkan boleh tetapi tidak dapat dituntut di muka hakim. Debitur jika ditagih hutangnya atau dituntut di muka pengadilan dapat memajukan tangkisan (eksepsi)tentang kadaluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelakkan atau menangkis setiap tuntutan.

sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar