Resensi Buku 2
Judul : Habibie (Tak Boleh
Lelah dan Kalah)
Penulis : Fachmi
Casofa
Penerbit : Metagraf, Solo
Cetakan : Pertama, Februari 2014
Tebal : xx + 236 Halaman
ISBN : 978-602-9212-90-7
Dalam buku Habibie:
Tak Boleh Lelah dan Kalah karya Fachmy Casofa. Buku ini memuat kisah
perjalanan hidup laki-laki yang pernah menjadi wakil presiden di masa orde
baru.
Habibie adalah sosok anak bangsa
yang mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Prestasi dan kecerdasannya
berhasil mengangkat martabat bangsa, terutama di bidang teknologi. Sudah kita
ketahui bahwa, Habibie adalah salah seorang insinyur yang mampu membuat pesawat
dan berhasil melewati uji coba, lalu menerbangkannya. Habibie ingin menunjukkan
bahwa, Indonesia juga bisa bersaing dalam dunia teknologi.
N-250/Gatotkaca adalah nama pesawat
yang dibuat Habibie dan segenap insinyur IPTN. Pada 10 Agustus 1995 uji coba
itu berhasil dilakukan dengan menerbangkannya ke udara di Lapangan Udara Husein
Sastranegara, Bandung. Waktu itu ribuan bahkan jutaan pasang mata dari rakyat
Indonesia berbinar terang menyaksikan keberhasilan putra bangsa dengan
terciptanya N-250/Gatotkaca.
Ucapan selamat pun mengalir deras
dari beberapa pihak, terutama dari Presiden Soeharto dan Ibu negara yang
menyatakan kebanggaannya. Namun, Habibie tetap rendah hati. Seolah, Habibie
hendak menyatakan bahwa takkan bisa diraih kesuksesan besar apa pun untuk
negara tanpa kerja sama yang apik nan harmonis semua pihak berlandaskan visi
yang sama.
Kecerdasan Habibie memang nampak
sejak kecil. Semasa belianya, selain menggemari naik kuda, kegemaran
mengagumkan lainnya dari Habibie adalah membaca buku. Hebatnya, saking getolnya
menggali ilmu dari buku, selalu membuat kakaknya, Tri Sri Sulaksmi, kesulitan
mengajak Habibie bermain di luar. Bahkan, bila akhirnya sudah berhasil
membujuknya bermain di luar pun, Habibie selalu ada saja cara untuk kemudian
balik ke rumah, lalu menenggelamkan diri dalam lautan ilmu dengan membaca
buku-buku.
Sejak kecil Habibie memang
bercita-cita ingin menjadi insinyur. Mungkin karena efek seringnya membaca
buku. Waktu itu Habibie sudah tahu gelora apa yang menggedor-gedor dalam
dirinya, ke mana ia menyalurkan hasrat intelektualnya dan hendak menjadi apa ia
kelak.
Di sekolah, ketika guru tengah
membincang cita-cita yang menjadi gelora para muridnya, dengan begitu tegas dan
mantapnya Habibie melantangkannya: insinyur! (Sejak usia 14 tahun Habibie sudah
digembleng untuk menjadi anak yang mandiri. Pasca kematian ayahnya, sang ibu
berinisiatif mengirim Habibie ke Jakarta untuk menempuh pendidikan. Alasan
pemindahan tempat belajar Habibie ke Jakarta adalah karena kurangnya jumlah
guru di Makassar. Di Jakarta, Habibie tinggal dengan pamannya. Tetapi, karena
kondisi rumah pamannya yang banyak anak, Habibie hanya bisa tidur di ruang
tamu.
Tetapi, di Jakarta Habibie tidak
betah. Dia mengeluh pada ibunya karena cuaca di Jakarta sangat panas. Ibundanya
pun memahami dan menyarankan Habibie untuk pindah ke Bandung dan tinggal dengan
keluarga Syamsuddin, kepala Kantor Tera untuk Indonesia di Bandung, teman baik
Alwi Abdul Jalil, almarhum sang ayah.
Selain berisi
kisah hidup Habibie, baik semasa kecil, masa pendidikan, hingga kenangan hidup
bersama almarhumah istrinya yang dilengkapi banyak foto, juga berisi
gagasan-gagasan cerdas yang mampu membangkitkan semangat generasi muda.
Gagasan-gasagan dalam buku ini akan melecut semangat para pemuda yang notabene
adalah penerus bangsa.
Menurut Habibie, yang terpenting
dalam kehidupan ini adalah karya nyata, bukan sekadar citra yang hanya membuat
kita lengah dan pongah dengan citra yang kita tampakkan. Sebab, citra merupakan
kulitnya saja, sedangkan karya adalah isi yang berupa kemampuan dan prestasi
nyata yang dapat dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dari buku ini pembaca dapat belajar banyak hal dari sosok Habibie. Bagaimana kegigihannya dalam
belajar dan berjuang, sehingga berhasil menggapai cita-cita yang diimpikan. Semangat dan perjuangan hidup Habibie patut menjadi contoh, sehingga kelak
generasi muda tidak mudah mengeluh, lelah dan merasa kalah sebelum berjuang.